…Hanya Sebuah Keinginan…

“Hanya Sebuah Keinginan”
by dewi

house
by Tilo Driessen

“Wah…sudah dini hari”, begitu gugam Danti ketika terbangun dari tidurnya
yang tidak lelap. “Aku harus segera menyiapkan makanan dan
minuman untuk sahur sekarang, kalau tidak…suami dan anakku bisa tidak
sempat makan sahur”, gugamnya lagi.
Setelah merapikan rambut seadanya tanpa sisir, diapun bergegas ke dapur untuk melakukan salahsatu tugasnya sebagai seorang ibu sekaligus istri.
Setelah selesai merampungkan semuanya, dia menuju ke kamarnya
untuk membangunkan suaminya yang masih tertidur lelap.

“Sudah jam setengah empat”, bisiknya lembut ditelinga sang suami.
“Aku bangunkan Gata dahulu ya”, katanya lagi, masih dengan nada lembut kepada suaminya yang sedang berusaha membuka matanya, sudah terbangun.
Danti pun meninggalkan kamarnya, dan bergegas menuju ke kamar Gata, anak perempuannya yang masih berumur 7 tahun.
Gata pun langsung bangun ketika ibunya membangunkannya.

Mereka berdua melangkah bersama menuju ke meja makan.
Makan sahurpun dimulai bersama.

Esok pagi harinya…
morning sun
by Rahul Dutta

Danti kembali bangun paling awal dari semua penghuni dirumahnya.
Setelah mandi, untuk menyegarkan badannya, dia harus menyiapkan keperluan suaminya yang akan berangkat ke kantor, dan Gata yang akan berangkat ke sekolah.
Baju seragam sang suami, dan anaknya tercinta sudah ia siapkan.
Begitu juga dengan sepatu dan kaos kaki kedua orang yang dicintainya itu.
Satu jam kemudian, suami dan anaknya pun berangkat.

Setelah mereka berangkat, pekerjaan lain sudah menunggu Danti. Setumpuk pakaian kotor sudah menunggu dipegangnya, teronggok disudut kamar mandinya yang kecil.

Selesai mencuci dan menjemur semua pakaian-pakaian itu, selanjutnya dia menuju kamarnya dan kamar anaknya untuk merapikan kedua kamar itu. Sprei yang terdampar tak beraturan diatas kasurnya dia rapikan dan dia tebahi dengan sapu lidi. Bantal-bantal yang sudah kempes tapi masih terasa empuk baginya, juga dia rapikan dan tebahi. Pakaian kotor suaminya yang tergeletak disudut pojok kamarnya dipungutnya dan dibawanya keluar untuk diletakkan bersama teman-teman sejenisnya.
Hal yang sama dilakukannya pula dikamar anaknya.

Setelah merapikan kedua kamar itu, Danti sepertinya masih akan mengerjakan sesuatu dirumahnya. Ya…dia pergi kebagian belakang rumahnya untuk mengambil peralatan kebersihannya, yaitu sapu dan kain pel. Lengkap dengan ember yang telah diisinya dengan air.
Kegiatan kebersihanpun langsung dikerjakannya.

Tak terasa, siangpun telah tiba…
Danti baru pulang dari pasar, berbelanja untuk keperluan memasaknya nanti.
Sepulangnya dari pasar, dia membersihkan dan meracik bahan-bahan makanan yang tadi dibelinya. Selesai meracik dan mencuci bersih semuanya, baru dia menuju kamarnya untuk membaringkan badannya yang sudah terasa lelah, untuk sesaat, sebelum harus mengerjakan beberapa pekerjaan yang masih menunggu sentuhannya.

Disaat berbaring itulah kadang dia menekuri kehidupannya ini.
sleep
by thejbird

Sama seperti layaknya manusia biasa, kadang-kadang dia juga dilanda
rasa jenuh akan rutinitasnya ini.
Kadang, pikirannya melayang kembali pada perjalanan hidupnya yang lalu, dimulai dengan pilihan pasangan hidupnya yang jatuh pada lelaki yang kini selalu pertama kali dia lihat, tertidur pulas disampingnya, setiap dia bangun pada dini hari.

“Bukan menyesal ataupun kurang bersyukur pada semuanya…”, gumamnya dalam hati, “namun, entah mengapa kejenuhan itu kadang melandanya”. “Hanya perasaan yang…mmm…manusiawi mungkin”, begitu gugamnya sendiri, mencoba mencari alasan dan pembenaran.
“Mungkin, keletihanlah penyebabnya”. “Semua pekerjaan rumahtangga ini memang cukup melelahkan”, gugamnya masih dalam posisi berbaring.
Pikirannya pun masih melayang-melayang, dan…tiba-tiba…raut mukanya tiba-tiba berubah.

Seperti orang yang sedang menganalisa dan mencoba menyimpulkan sesuatu…
tiba-tiba dia berkata sendiri, “Ya…pergi ke pasarlah yang paling melelahkan!!”, katanya dengan mantap, seperti seorang profesor yang baru mendapatkan ilham.
“Sebenarnya…aku bisa menghemat tenaga bila mempunyai barang itu”, katanya lagi, namun sekarang dengan raut muka yang agak sedih.
“Aku bisa pergi ke pasar hanya seminggu sekali, atau seminggu dua kali saja”.
“Tidak perlu setiap hari seperti sekarang ini”, katanya lagi dalam hati, masih dengan raut muka sedihnya tadi.

Keinginannya untuk memiliki barang itu memang sudah cukup lama terpendam. Dan kali ini sepertinya sudah semakin besar.
“Hhhhh……andaikan aku punya kulkas…”, gugamnya berat.

This entry was posted in cerita fiksi-non fiksi, Curhat!. Bookmark the permalink. Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

2 Comments