Semoga topik kali ini bermanfaat buat kita semua (kiiiita? elo aja kali??=)), khususnya buat pasangan yang baru mau atau yang baru aja menikah (suit suiiit…manten anyar;p)
Bagi pasangan muda yang baru mau atau baru aja menikah, biasanya, orangtua kita (baik itu kandung ataupun mertua) langsung menawarkan (cenderungnya sih memaksakan=)) kita untuk tinggal dirumah salah satu dari mereka setelah menikah.
Menurut pandangan kebanyakan dari mereka (ini menurut sepengetahuan gw loh…), anak2 mereka yang baru menikah ini,
- dilihat dari segi immateriil (contohnya: dari segi psikologisnya, mereka mungkin masih berasa kehilangan banget kalo kalian habis nikah tiba2 langsung cabut & hilang dari peredaran gitu aja (sedangkan biasanya kan mereka bisa liat/ketemu kalian di rumah tiap hari tapi trus tiba2 kok ini berhari2 ga liat2 kalian lagi dirumah, atau biasanya mereka ada ‘temen ribut/ diskusi’ bareng , ‘temen nonton’ bareng, ‘ temen jalan/ belanja’ bareng, atau ‘temen makan’ bareng, eh…ini tiba2 sekarang ga ada…!!! mungkin mereka kerasa gimanaaaa geto…=)). Atau mungkin mereka masih menganggap kalian belum mampu berdiri sendiri, masih perlu back-upnya, atau mungkin juga mereka lupa kalau kalian sudah besar, sudah dewasa, dan sudah berkeluarga, mereka masih menganggap kalian seperti ‘our little baby’ mereka.
- dan dilihat dari segi materiil yaitu dari segi finansialnya, mereka memandang/ merasa bahwa kita belum mampu dan/ belum siap untuk mandiri secara finansial.
Menurut sepengetahuan gw (berdasarkan dari yg gw liat dan gw tau, khususnya dari sekitar lingkungan gw sendiri…), kebanyakan dari pasangan muda ini, memang ‘hampir’ selalu ‘meng-iya-kan’ penawaran dan/ permintaan dari kedua orangtua mereka tsb (termasuk gw tentunya=P). Setelah menikah, mereka memutuskan untuk tetap tinggal serumah dengan orangtua (ortu) (entah hanya untuk sementara waktu ataupun untuk selama lamanya).
Sebelum memutuskan hal tersebut, (memutuskan untuk langsung mandiri atau masih tinggal dirumah ortu), memang (pastinya) ada beberapa pertimbangan. Kalau gw sendiri, gw dan suami memilih tinggal dirumah ortu karena…perasaan yang ga enak aja, masa abis kawin langsung cabut pergi dari rumah orangtua, kayaknya gimaanaaa gitu=) (yah…selain karena keadaan finansial kita juga sih, yang kayaknya kita “rasa” belum cukup mapan untuk langsung pisah dari ortu (hidup ini butuh duit bro!=)).
Tapi… setelah 2bln dirasakan dan sedikit dipertimbangkan kembali kayaknya kurang baik juga deh kalau berlama-lama tinggal bareng dirumah orang tua kita. Kenapa???
Alasan yg bisa gw kemukakan diantaranya;
pertama, karena ternyata bisa cukup berbahaya juga kalau nantinya kita sudah merasa ‘pw’ atau sudah merasa aman nyaman, dan betah tinggal dirumah ini. kita bisa jadi kurang berkembang, kurang kreatif, dan kapan bisa mandirinya?
kedua, mungkin juga bisa berbahaya untuk pendidikan anak kita nanti. cenderung…(yg gw tau,)) para mbah2 atau eyang2 ini, biasanya mereka sayaaang banget ama cucunya. Namun sayangnya, rasa sayang mereka ini kadang2 terlalu berlebihan, tidak bisa ditolerir, dan membuat mereka kadang tidak objektif (subjektif banget), yang pada akhirnya (mungkin) bisa mengganggu pendidikan anak yang ingin coba diterapkan oleh ayah ibunya.
Maksud gw gini, misalnya, pada suatu hari anak kita minta kue ke kita, dan kita sebagai orangtuanya melarangnya/ tidak memberikan kue yg dimintanya tsb, dikarenakan misalnya, kue tsb mengandung msg, atau mengandung pemanis buatan, atau alasan apapun yang menurut kita kurang baik bila diberikan kpd anak kita, nah…kemudian, karena kita tidak memberikan kue yg dimau, biasanya mereka (anak2 kita ini) minta kuenya ke mbahnya/ eyangnya. Nah…biasanya nih…mereka (mbah/ eyangnya ini) memberikan kue tsb, dengan alasan “ga apa2 lah…kasih dikit doang ini…kalau banyak2 emang ga boleh, tapi inikan sedikit, ga apa2lah, biar nyobain, sekali kali doang ga apa2…”
nah…lama kelamaan…si anak ini tau, kalau minta apa2, kalau sama ayah ibunya ga boleh/ ga dikasih, minta aja sama mbahnya/ eyangnya, pasti dikasih deh. atau, kalau kita lagi marahin si anak, (maksudnya marahin dalam arti memberikan hukuman dengan tujuan untuk mendidik), sang mbah/ eyangnya kadang malah mentolerirnya atau membelanyaatau menganggap hal tersebut sepele atau wajar dilakukan oleh anak tsb, atau berkata: “udah ga pa apa2…kasian, jangan dimarahin…” atau: “yah…namanya juga anak2… udah ga apa2..sana main lagi ga apa2…” atau dlsb…
Hal2 yang seperti ini kan bisa “agak2” menggangu pendidikan yang ingin coba kita tanamkan pada anak kita. Kita sudah melarangnya, atau menghukumnya dengan tujuan anak ini nantinya bisa belajar/ berpikir ulang lkembali kalau ingin mengerjakan sesuatu yang dilarang ayah ibunya, eh…karena mbahnya/ eyangnya yang (secara tidak sadar, mungkin) selalu membelanya, maka (mungkin) bisa membuat si anak akhirnya jadi tidak patuh/ tidak nurut pada kita sbg orangtuanya, tidak lagi mendengarkan perintah/ larangan orangtua, atau menjadi “salah asuhan”.
ketiga, mungkin bisa membuat keluarga kita kurang harmonis, karena misalnya, bila kita sedang ada masalah/ ribut2 (baik yang besar ataupun yang kecil) dengan suami/ istri, (tanpa sadar) ortu ikut campur tanpa diminta. Keikutcampuran mereka ini bisa jadi malah menambah keruh permasalahan/ malah memperburuk masalah yang ada. Memang niat mereka sebenarnya baik, yaitu ingin ikut membantu, namun…dalam sebuah rumahtangga, kadangkala permasalahan yang ada lebih baik/ hanya perlu diselesaikan oleh “pasangan” itu saja. Kecuali, pasangan ini memang merasa perlu bantuan dari pihak lain (misalnya: perlu pihak ortu), untuk memecahkan masalah mereka, barulah pihak ortu (pihak yang dibutuhkan lainnya) boleh campurtangan.
keempat, bisa membuat hubungan antara orangtua dan anak menjadi tidak langgeng/ harmonis. Hal ini bisa disebabkan karena; misalnya, orangtua dan anak mantu berbeda pendapat, sedangkan anaknya (anak kandungnya) sependapat dengan anak mantu tsb (si istri/ suami sependapat dengan si istri/ suaminya), ortu karena berbeda pendapat dengan pasangan tsb, dia “merasa” si anak lebih membela istrinya/ suaminya sendiri ketimbang membela ortunya. atau ortu ini “merasa” si anak lebih sayang kepada istrinya/ suaminya ketimbang pada dirinya, atau ortu ini merasa “cemburu” pada pasangan hidup anaknya karena perhatian anaknya, kasih sayang anaknya, dlsbnya sekarang “tidak lagi” diberikan padanya melainkan diberikan pada pasangan hidup anaknya. (kasian juga yah ortu yang merasa kaya gini…)
kelima, “kurang bebas” bila tinggal bersama orangtua. Setiap rumah, pasti punya kebiasaan hidup yang berbeda-beda. Setiap rumah (mungkin) juga punya peraturan yang berbeda-beda, yang biasanya dipengaruhi oleh nilai2 adat istiadat, ataupun nilai2 kebiasaan yang biasa dilakukan, yang sudah mendasar, yang akhirnya menjadi watak, yang terbentuk berbeda-beda pada setiap anggota keluarga. Bila kita memilih untuk “masih” tinggal bersama ortu kita after married, maka kita harus bisa menyesuaikan dan mengerti tentang adat atau kebiasaan dari ortu (orang2) yang tinggal serumah dengan kita. Perilaku atau tindakan kita juga tidak boleh “seenaknya” atau “sebebas” bila kita tinggal dirumah sendiri. Contohnya, kalau kita orangnya “kurang suka beberes2” dan suka naruh barang sembarangan asal2an aja, asal lempar sana, asal lempar sini, wah…kalo masih numpang tinggal dirumah ortu, jangan kaya gini deh…apalagi kalo ortu loe senengnya “bersih2 atau berberes2”, wah..bisa2…(bisa kenapa yah? gw jg gatau nih bisa2 kenapa?^^) trus atau kalau hobi kita suka dengerin musik kenceng2 sambil nyanyi2 treak2 ga karuan wah…mendingan tanya dulu deh atau cari tau dulu…efeknya gimana kalau elo menyalurkan hobi loe ini dirumah ini, bisa ga disalurin? nah…kayak yang begini nih, ga enaknya tinggal dirumah ortu. kalau dirumah sendiri kan enak, bebas…mau ngapa2in aja terserah…engga mau ngapa2in aja juga terserah…(alias tidur terus seharian…)
(yang ini, hobi gw nih^^).
Selain itu, hal yang terkait dengan kebebasan disini adalah mengenai status kepemilikan rumah dan status keberadaan kita di rumah tsb. Walaupun mereka adalah orangtua kita dan kita adalah anak mereka, namun karena rumah tsb adalah rumah milik mereka, dan status kita adalah “numpang” tinggal dirumah mereka, maka “yang berkuasa” dirumah ini (jelas) adalah orangtua kita tsb. Bila misalnya, mereka berlaku seperti itu, memang kita harus menyadari, mengerti, dan menghargai status kita dan mereka tsb. Jadi…jangan kecewa, jangan sedih, jangan stres bila kita diperlakukan seperti itu, siap2kan diri aja, terima resiko dan konsekuensinya bila “numpang” tinggal dirumah orangtua. (tapi tenang aja…jangan keburu takut dulu. ga semuanya orangtua kaya gitu kok. paling hanya sekian persen aja yang kaya begini, ga apa2lah…yang penting loe bisa jaga sikap, tau diri dan status loe, sopan, yah…yg penting…peace lah!!!=)).
ke-enam, dlsb.
Intinya, sebelum memutuskan untuk tinggal dirumah sendiri atau rumah orangtua, mendingan loe pertimbangkan dulu baik buruknya, karena menurut gw semua pilihan ada untung ruginya, kelebihan dan kekurangan masing2. Untungnya; bisa lebih hemat karena pengeluaran biaya hidupnya lebih murah atau lebih kecil daripada kalau kita tinggal dirumah sendiri (bayar listrik, air PAM, telpon, makan, dll bisa patungan ma orangtua). trus kita mungkin juga merasa lebih aman, nyaman, dan tenang kalau kita tinggal bareng orangtua karena dianggap lebih berpengalaman dan lebih tau dari kita, misalnya kalau ada apa2 (kejadian yang tak terduga), kita ga perlu bingung2 dan ga perlu repot2 nelpon2 ortu
buat nanya2 macem2, musti gimana, dlsb. Tapi ruginya; bisa bikin kita jadi kurang mandiri, masih mengandalkan orangtua, jadi kurang berkembang, dlsb seperti yang udah gw uraiin diatas.
Yah…kalo menurut gw sih…
untuk awal2 pernikahan, sekitar 1, 2, atau 3 bulanan gitu deh, boleh lah…loe tinggal dirumah orangtua loe (baik orangtua kandung ataupun mertua loe),
tapi…setelah itu…Let’s Move Out guys!